Minggu, 31 Maret 2019

Azan; Syariat dan Simbol Peradaban Islam


Oleh: Wardah Abeedah

MuslimahNewsID -- Polemik aturan azan oleh kementerian agama menuai pro kontra. Respon umat Islam yang sebagian besar kontra terhadap aturan ini sangat bisa dimaklumi. Azan adalah bagian dari ibadah kaum muslimin. Azan adalah satu dari sekian banyak syariat yang telah ditetapkan Allah azza wa jalla sejak zaman diutusnya Rasulullah Muhammad ﷺ, sang pembawa risalah.

Sebagai bagian dari syariat, ulama membahas penjelasan azan dalam kitab-kitab fiqh mereka. Azan secara bahasa bermakna pemberitahuan atau seruan. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat At Taubah Ayat 3:

وَأَذَانٌ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى النَّاسِ “

“Dan ini adalah seruan dari Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia”

Secara istilah syara’, azan dimaknai seruan yang menandai masuknya waktu shalat lima waktu dan dilafazhkan dengan lafazh-lafazh tertentu (Taisirul ‘Alam Syarah ‘Umdatul Ahkam)

Hukum azan adalah fardu kifayah bagi penduduk negeri yang berjenis kelamin laki-laki, menurut jumhur ulama.

Jika di sebuah kampung tidak ada seorang laki-lakipun yang mengumandangkan azan, hanya menggunakan kaset misalnya, maka seluruh penduduk kampung tersebut berdosa.

Diutamakan agar suara muadzin itu bagus, merdu dan kuat. Ini berdasarkan hadits Abdullah bin Zaid yang bermimpi tentang azan.

Rasulullah berkata kepadanya, “Maka berdirilah kamu besrsama Bilal, dan diktekan kepadanya apa yang engkau dapatkan dalam mimpimu. Maka berazanlah Bilal dengannya, karena sesungguhnya ia lebih kuat dan merdu suaranya dari pada engkau.”

Dalam hadits al-Barra bin Azib, bahwasannya nabiyullah ﷺ telah bersabda, “..Dan muadzin itu baginya diberikan ampunan sekeras suaranya, dan dibenarkanoleh ornag yang mendengarnya yang berasal dari tanah kering dan basah, dan baginya semisal pahala orang yang shalat bersamanya” (HR. Ahmad dan Nasa’i)

Bahkan Bilal bin Rabah muadzin Rasulullah ﷺ ketika mengumandangkan azan, ia menolehkan kepala, tengkuk, dan dada ke kanan ketika membaca "hayya alas shalah” dan ke kiri ketika membaca "hayya alal falah" agar suara azan lebih lantang terdengar di seluruh penjuru mata angin.

Pada masa Rasulullah dahulu, Bilal akan naik ke atas rumah nabi yang menempel pada Masjid Nabawi agar suara azan terdengar lantang.

Ketika Khalifah Umar bin Abdul Aziz memimpin kekhilafahan, beliau membangun 4 menara di setiap sudut Masjid Nabawi.

Pada masa khalifah berikutnya hingga runtuhnya kekhilafahan Utsmani pada tahun 1924, para amiirul mukminin senantiasa menaruh perhatian besar terhadap arsitektur masjid dengan menaranya yang menjulang tinggi. Ini bertujuan agar kumandang azan terdengan kuat dan lantang sehingga kaum muslimin bias melaksanakan kewajiban shalat berjamaah dengan baik.

===

Azan adalah bagian dari syariat Islam, bagian dari ibadah kaum muslimin, sekaligus simbol Islam.

Sejak disyariatkannnya azan pertama kali di masa Rasulullah ﷺ, azan terus berkumandang di negeri-negeri muslim tanpa henti hingga saat ini. Di masa kekhilafahan Utsman bin Affan ra, beliau ra. menetapkan azan Jumat menjadi dua kali azan.

Kumandang azan juga dijadikan patokan apakah suatu negeri termasuk negeri Islam ataukah tidak pada masa Rasulullah ﷺ. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu menceritakan bahwa,

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu jika akan menyerang satu kaum, beliau tidak memerintahkan kami menyerang pada malam hari hingga menunggu waktu subuh. Apabila azan Shubuh terdengar, maka tidak jadi menyerang. Namun bila tidak mendengarnya, maka ia menyerang mereka.” (HR. Bukhari no. 610 dan Muslim no. 382).

Ketika Rasulullah atau para khalifah melakukan futuhat (pembebasan) sebuah negeri, mereka akan memerintahkan muadzin untuk mengumandangkan azan.

Sebagaimana Rasulullah memerintahkan Bilal untuk naik ke atas Ka’bah dan mengumandangkan azan. Hal ini juga dilakukan oleh Umar bin Khatab ketika berhasil menaklukkan Palestina.

Selain itu, terdapat banyak hadits tetang keutamaan muazin yang semakin mengokohkan pentingnya posisi azan di dalam syariat Islam.

Maka tak heran jika di masa khilafah yang pertama dahulu, para khalifah sangat memperhatikan kebutuhan hidup muazin.

Jika saat ini pemerintah membuat aturan terkait azan, maka perlu didetili fakta aturannya. Jika aturan yang ada untuk semakin membesarkan syiar Islam, mengokohkan penerapan setiap syariat dan ajaran Islam, maka ini kewajiban pemerintah.

Namun jika sebaliknya, aturan ini justru melemahkan syiar Islam dan menjadikan umat semakin jauh dari syariat, maka ini sebuah kaharaman.

Fungsi penguasa dalam Islam adalah sebagai ra’in (pemelihara urusan rakyat dengan hukum Allah) dan sebagai junnah (perisai atau penjaga).

Penguasa wajib memberikan perhatian besar terhadap setiap syariat yang ditetapkan Allah, termasuk syariat azan. Ia juga wajib memastikan setiap rakyatnya yang beragama Islam melaksanakan kewajiban mereka dengan sempurna. Allahu a’lam bis shawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar