Minggu, 31 Maret 2019

Sistem Pemerintahan Warisan Nabi




Oleh: Wardah Abeedah

 Rasulullah bersabda,

كانت بنو إسرائيل تسوسهم الأنبياء كلما هلك نبي خلفه نبي وإنه لا نبي بعدي وستكون خلفاء فتكثر

“Dahulu Bani Israil diurus hidupnya oleh para nabi, setiap seorang nabi meninggal, dia digantikan oleh nabi lainnya, dan sesungguhnya tidak ada nabi setelahku. Dan akan ada para khalifah dan jumlah mereka akan banyak.” (HR Muslim, no 1842).

Hadits shahih diatas menjelaskan bahwa sejak masa Bani Israel, urusan umat selalu berada dibawah kepemimpinan nabi. Hingga pada masa Rasul kita sang penutup para nabi, urusan kepemimpinan umatnya akan diganti oleh para khalifah yang berjumlah banyak.

Istilah khalifah, pemimpin dalam pemerintahan versi Islam adalah istilah syar’i yang keluar dari lisan mulia utusan Allah.

Begitu pula istilah khilafah, sistem pemerintahan yang dipimpin seorang khalifah, juga disebutkan oleh beliau ﷺ dalam haditsnya. Hudzaifah bin Al Yaman radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda:

Adalah Kenabian (nubuwwah) itu ada di tengah-tengah kamu sekalian, yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang menempuh jejak kenabian (Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah), yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Kekuasaan yang menggigit (Mulkan ‘Aadhdhon), yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia berkehendak mengangkatnya.

Kemudian akan ada Kekuasaan yang memaksa (diktator) (Mulkan Jabariyah), yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya, apabila Dia berkehendak mengangkatnya.

Kemudian akan ada Khilafah yang menempuh jejak Kenabian (Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah). Kemudian beliau (Nabi) diam.” (Musnad Ahmad, Juz IV, hlm, 273, nomor hadis 18.430. Hadis ini dinilai hasan oleh Nashiruddin Al Albani, Silsilah Al Ahadis Al Shahihah, 1/8; dinilai hasan pula oleh Syaikh Syu’aib Al Arna’uth, dalam Musnad Ahmad bi Hukm Al Arna’uth, Juz 4 no hadis 18.430; dan dinilai sahih oleh Al Hafizh Al ‘Iraqi dalam Mahajjah Al Qurab fi Mahabbah Al ‘Arab, 2/17).

===

Semenjak Muhammad ﷺ berhijrah ke Madinah pasca Baiat Aqabah kedua oleh 75 tokoh Madinah, beliau ﷺ melakukan aktivitas pemerintahan.

Beliau pertama kali membangun masjid sebagai tempat mengatur strategi jihad, menetapkan hukum, melaksanakan urusan negara, dll

Beliau juga mengangkat Sayyidina Abu Bakr dan Sayyidina Umar bin Khattab sebagai kedua wazir (menteri, pembantu) beliau.

Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan Abu Sa’id al-Khudri bahwasannya rasulullah ﷺ bersabda,

“Kedua wazir atau pembantuku dari penduduk bumi adalah Abu Bakr dan Umar”

Kata wazir memiliki pengertian al-Ma’unah atau bantuan dan pembawa beban pemerintahan [Faidh al-Qadir, al-Munawi juz 2 hal 656].

Selain itu Rasulullah ﷺ menerapkan politik luar negeri dengan menjalin perjanjian damai dengan kaum kafir yang tinggal di sekitar Negara Islam. Beliau juga menyebarkan Islam ke seluruh jazirah Arab melaui dakwah dan jihad.

Setiap suatu negeri dibebaskan dan bergabung dengan Negara Islam melalui futuhat, beliau ﷺ kemudian mengangkat wali (gubernur) yang akan memimpin daerah tersebut.

Dalam kitab Ajhizah fi Daulah al Khilafah disebutkan bahwa Beliau ﷺ mengangkat Mu’adz bin Jabal menjadi wali di Yaman. Beliau pernah mengangkat Amru bin Hazm al-Yaman sebagai wali dengan kepemimpinan yang bersifat umum. Dalam kitab al-Awa’il karya Abu Hilal al-‘Askary, disebutkan bahwa sahabat ‘Utab bin Asid yang ditunjuk Rasulullah ﷺ untuk mempimpin Makkah saat peristiwa Haji Wada’.

Selain wali, Nabi ﷺ juga mengangkat amil untuk memimpin daerah yang lebih kecil dari wilayah (provinsi) dan mengurusi urusan peradilan dan zakat.

Dalam Sîrah Ibn Hisyâm disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ pernah mengangkat Furwah bin Musaik menjadi amil atas Kabilah Murad, Zabid, dan Mudzhij; bersamanya Beliau juga mengutus Khalid ibn Said ibn al-‘Ash untuk mengurusi zakat.

Juga dinyatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah mengutus Ziyad bin Lubaid al- Anshari ke Hadhramaut untuk menangani zakat.

Beliau mengutus Ali bin Abi Thalib ke Najran untuk mengumpulkan zakat dan jizyah mereka.

Baitul Maal yang merupakan lembaga yang bertugas memungut dan membelanjakan harta yang menjadi milik kaum Muslim ditetapkan oleh Rasulullah ﷺ. Pada masa itu, harta Baitul Maal disimpan di rumah sederhana beliau.

Selain itu, beliau juga menjadi panglima perang dalam setiap jihad yang diputuskannya. Terkadang beliau memimpin sendiri para pasukan, terkadang beliau mengangkat pemimpin pasukan. Ibnu Hisyam dalam kitab Sirah-nya menyatakan ada 27 peperangan yang terjadi di masa kepemimpinanya.

Sepeninggal Nabi ﷺ, para Khulafaur Rasyidin sesudahnya melanjutkan sistem pemerintahan warisan Rasulullah ini tanpa mengubah sedikitpun substansinya. Mereka menjalankan pemerintahan dengan struktur yang ditetapkan oleh Rasulullah ﷺ.

Mereka juga senantiasa menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan negara, menerapkan syariah Islam didalam negeri dan menyebarkan Islam diluar negeri. Bahkan pada masa kekhilafahan Umar bin Khattab, kekuasan Islam meluas hingga ke Palestina dan Mesir.

Jika pun Amirul Mukminin Umar bin Khattab kemudian mengadopsi mekanisme Diwan ala Persia, maka itu hanyalah dalam hal administrasi semata. Hal ini menjadi kemubahan menurut pandangan ulama karena tidak merubah substansi sistem pemerintahan ala Nabi.

Selama sekitar 30 tahun kepemimpian para sahabat yang utama ini, para sahabat yang hidup dibawah kepemimpinan mereka berijmak (bersepakat) akan keshahihan jalannya system pemerintahan yang ada.

Padahal mereka adalah generasi yang pernah hidup bersama Rasulullah ﷺ. Mereka mendengar langsung dan melihat dengan mata kepala mereka bagaimana Rasulullah beribadah, bermuamalah, dan menjalankan roda pemerintahan Negara Islam Madinah.

Ijmak atau sepakatnya mereka dalam penerimaan dan ketundukan kepada sistem pemerintahan yang dilanjutkan Khulafaur Rasyidin, menjadi dalil akan wajibnya keberadaan sistem Khilafah.

Pasca wafatnya Rasulullah ﷺ pemerintahan Islam pernah mengalami ketidak idealan dalam penerapannya. Ini terjadi akibat faktor human error semata. Sebagaimana yang terjadi pada Masa Utsman akibat kesalah fahaman sekelompok orang terhadap kebijakannya. Atau pada Muawiyah yang memaksa rakyat membaiat Yazid, putranya sebagai Khalifah penggantinya.

Namun sepanjang sejarah hingga tergulingnya kekhilafahan Utsmani, umat Islam hanya memiliki satu kepemimpinan yang sah yakni khilafah. Karena seluruh khalifah masihlah diangkat dengan metode bai’at dan diterapkan hukum Islam atas rakyatnya.

Kesalahan seperti diatas teramat sangat wajar terjadi. Meski sistem khilafah adalah system yang berlandaskan wahyu dari Allah subhanahi wa ta'ala, namun pelaksananya adalah manusia. Bukan malaikat yang tak memiliki hawa nafsu ataupun nabi yang dijamin kemaksumannya.

Namun buruknya penerapan baiat atau syariat lainnya pada masa itu tak bisa dijadikan dalil tidak wajibnya penerapan khilafah. Karena dalam Islam, suatu kewajiban ditetapkan berdasarkan nash, bukan fakta.

Sebelum Rasulullah ﷺ wafat, beliau telah menyampaikan ayat yang menegaskan kesempurnaan Islam. Yakni firman Allah dalam surat Al Maidah ayat 3 yang artinya,

“… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu …”

Beliau juga bersabda, “Aku tinggalkan kalian dalam suatu keadaan terang-benderang, siangnya seperti malamnya. Tidak ada yang berpaling dari keadaan tersebut kecuali ia pasti celaka.” (HR. Ahmad)

Segala urusan agama ini telah jelas nun sempurna sebelum Allah mewafatkan Rasulnya, sebelum terputusnya wahyu. Islam tak sama dengan agama lainnya yang hanya mengatur aspek spiritual semata.

Islam adalah ideologi sempurna yang memiliki aqidah sekaligus sistem (syariat) yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Mulai individu, keluarga, bermasyarakat dan bernegara. Seluruh syariat ini pasti baik karena datang dari zat yang Maha Baik.

Rasulullah ﷺ tak hanya mewariskan syariat terkait ibadah dan muamalah, namun juga imamah atau pemerintahan. Maka bagi mereka yang mencintai Nabi Muhammad ﷺ serta mengharapkan syafatnya, hendaklah menaati dan meneladani seluruh ajaran beliau secara kaffah. Wallahu a’lam bis shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar