Oleh : Wardah Abeedah
Jika ada surga di dunia ini, maka surga yang paling diharapkan manusia adalah surga di dalam rumahnya, dalam pernikahannya, dan dalam keluarganya.
Rumah adalah tempat dimana manusia menghabiskan sebagian besar waktu dalam hidupnya. Sedangkan pasangan yang Allah amanahkan dalam pernikahan, kemungkinan besar adalah manusia yang paling lama membersamainya.
Allah sebagai Zat Yang Maha Mengetahui fitrah manusia, mengajarkan manusia untuk mengharapkan kebaikan di dunia dan akhirat.
Diajarkan pada kita sebuah doa,
Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka” (QS. Al-Baqarah (2) : 201).
---
Ketika Allah menetapkan syariat pernikahan sebagai jalan menyalurkan naluri melestarikan jenis, Allah menjadikan pernikahan sebagai tempat ketenangan bagi pasangan suami-istri.
Sebagaimana firman-Nya,
“Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah diciptakan-Nya untuk kalian istri-istri dari diri kalian sendiri —supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya— dan dijadikan-Nya di antara kalian rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Qs. ar-Rûm [30]: 21).
Sakinah (ketentraman), mawaddah (saling mencintai dan mengasihi) dan rahmah (kasih sayang) yang ada dalam pernikahan tidak terwujud begitu saja. Ia adalah hasil dari proses atau usaha. Allah yang Maha Baik menetapkan beberapa syariat dalam pernikahan yang akan menjadikan ketiganya terwujud. Syariat-syariat tersebut berupa kewajiban suami yang menjadi hak isteri, serta kewajiban isteri yang menjadi hak suami.
Syariat itu telah diteladankan oleh Rasulullah Muhammad SAW, manusia yang paling mulia.
Rumah Rasulullah SAW dan istri-istrinya memang hanya beratap pelepah kurma, berlantaikan tanah. Ukuran rumahnya tak seluas kamar di dalam istana Kisra, pun perabot yang dimiliki jauh lebih sedikit dari perabot dapur Istana Hiraklius di Romawi.
Namun ketakwaan tiap individu penghuni rumah terwujud dalam tiap ucapan dan perbuatan.
Terejawantahkan pula dalam kehidupan berumahtangga. Semua ini menjadikan rumah Beliau bak surga yang didambakan setiap insan.
Berikut ketetapan Allah terkait kewajiban suami yang menjadi hak istri :
1. Menafkahi keluarganya
“Dan kewajiban ayah memberikan makanan dan pakaian kepada ibu dengan cara yang ma’ruf. Seseorang tidak akan dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.”[TQS. Al-Baqarah:233]
Imam Ibnu Katsir menuturkan, bahwa seorang ayah wajib memberikan nafkah dan pakaian kepada anak-anaknya dengan cara yang ma'ruf. Yang dimaksud dengan "ma'ruf" di sini adalah, sesuai dengan kepatutan yang berlaku di negerinya, tidak berlebihan, dan sesuai dengan kemampuan dirinya [ Tafsir Ibnu Katsir]
2. Pemimpin dalam rumah tangga.
Allah SWT dalam hal ini berfirman, "Laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian dari mereka atas sebagian yang lainnya dan karena mereka telah membelanjakan sebagian harta mereka. (Qs. An-Nisaa’: 34).
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:
“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. [HR. Bukhari]
Pemimpin bukanlah raja atau tukang perintah. Akan tetapi Qowwam (pemelihara dan penanggungjawab) terhadap semua urusan yang dipimpinnya (pengaturan dan pemeliharaan urusan rumah tangga).
Kepemimpinan yang ada haruslah diwarnai persahabatan, bukan kepemimpinan yang otoriter. Sebab, hubungan keduanya adalah hubungan antara dua orang sahabat, bukan penguasa dan rakyat.
Seorang isteri berhak memberi masukan terhadap ucapan suaminya, mendiskusikannya dan membahas apa yang dikatakan suaminya. Sebagaimana yang terjadi dalam rumah tangga Rasululllah SAW, ketika Ummu Salamah memberi masukan pada peristiwa Hudaybiyah dan Rasulullah mengambil pendapatnya.
3. Mempergauli istrinya dengan baik.
"Dan pergauilah isteri-isteri kalian dengan baik. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak." (Qs. an-Nisaa’: 19)
Allah SWT juga berfirman, “Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.” (TQS an-Nisâ [4]: 34)
Rasulullah SAW pernah berpesan dalam khutbah Beliau pada saat Haji Wada‘:
“Bertakwalah kalian kepada Allah dalam urusan kaum wanita, karena sesungguhnya kalian telah mengambil mereka dengan amanat dari Allah, dan kalian pun telah menjadikan kemaluan mereka halal bagi kalian dengan kalimat Allah.
Kalian memiliki hak atas isteri-isteri kalian agar mereka tidak memasukkan ke tempat tidur kalian seorang pun yang tidak kalian sukai. Jika mereka melakukan tindakan itu, pukullah mereka dengan pukulan yang tidak kuat (tidak menyakitkan/meninggalkan bekas). Sebaliknya, mereka pun memiliki hak terhadap kalian untuk mendapatkan rezeki”
Beliau juga bersabda, “Orang yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik kepada keluarga (isteri)-nya. Dan aku adalah orang yang paling baik dari kalian terhadap keluarga (isteri)-ku.” (HR al-Hâkim dan Ibn Hibbân dari jalur ’Aisyah RA)
Nabi SAW bergaul secara indah dan dan terbiasa bersenda-gurau dengan isteri-isteri Beliau. Beliau senantiasa bersikap lemah lembut kepada mereka, sering membuat mereka tertawa, dan bahkan Beliau pernah berlomba lari dengan Ibunda ‘Aisyah RA.
4. Suami wajib menyediakan apa saja yang dibutuhkan oleh isterinya yang berasal dari luar rumah.
Diriwayatkan dari Nabi SAW berkaitan dengan kisah ‘Alî dan Fathimah radhiyallâh ‘anhumâ:
“Rasulullah SAW telah memutuskan atas putri Beliau, Fathimah, wajib mengerjakan pekerjaan-pekerjaan di dalam rumah, dan atas ‘Alî wajib mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan di luar rumah.”
---
Sedangkan kewajiban istri yang menjadi hak suami, diantaranya:
1. Menaati suami
“Jika seorang isteri tidur malam meninggalkan tempat tidur suaminya niscaya para malaikat akan melaknatnya sampai ia kembali.” (Muttafaq ’alayh dari jalur Abû Hurayrah)
Rasulullah SAW pernah bertanya kepada seorang wanita: “Apakah engkau sudah bersuami?” Wanita itu menjawab: “Ya”. Beliau lantas bersabda: “Sesungguhnya ia (suamimu) adalah surga atau nerakamu.” (HR al-Hâkim dari jalur bibinya Husayn bin Mihshin)
2. Meminta izin ketika keluar rumah, ketika akan memasukkan tamu ke dalam rumah, saat akan melaksanakan puasa Sunnah dan memakai harta suami di luar dari amanah yang diberikan.
Mengenai dalil izin suami, telah masyhur hadits seorang wanita yang diampuni dosanya karena menaati perintah suaminya untuk tidak keluar rumah ketika sang suami sedang safar. Padahal saat itu ayahnya sedang sakit parah dan kemudian meninggal, namun Rasulullah tak bisa membatalkan perintah suaminya karena Allah memberikan hak bagi para lelaki untuk melarang isterinya keluar rumah.
Adapun dalil tentang izin ketika akan berpuasa dan memasukkan tamu ke dalam rumah adalah berdasarkan sabda Rasulullah SAW,
“Tidak halal bagi seorang wanita berpuasa sementara suaminya ada di rumah, kecuali dengan izinnya. Tidak halal pula baginya memberikan izin masuk (kepada orang lain) di rumah suaminya kecuali dengan izinnya. Dan harta apa saja yang dibelanjakannya tanpa seizin suaminya, maka separuh pahalanya dikembalikan kepada suaminya.” (HR. Bukhari)
3. Melayani suaminya; termasuk membuat adonan roti, memasak, membersihkan rumah, menyediakan makanan, dalam seluruh perkara yang sudah semestinya ia lakukan di dalam rumah.
Demikian pula isteri wajib mengerjakan apa saja yang menjadi keharusan guna mengurus rumah, yaitu apa saja yang menjadi tuntutan bagi sebuah kehidupan yang nyaman di rumah tanpa dibatasi.
Rasulullah SAW memerintahkan kepada isteri-isteri Beliau untuk melayani Beliau. Beliau, misalnya, berkata: “Ya ‘Aisyah, tolong ambilkan aku minum”, “Ya ‘Aisyah, tolong ambilkan aku makan, “Ya ‘Aisyah, tolong ambilkan aku pisau dan asahlah dengan batu.”
Diriwayatkan pula: “Bahwa Fathimah pernah datang kepada Rasulullah SAW mengadukan apa yang diderita tangannya karena menggiling gandum dan meminta kepada Beliau seorang pembantu yang dapat meringankan pekerjaannya.” (Muttafaq ‘alayh dari jalur ‘Alî)
Di hadits sebelumnya juga disebutkan bahwa Rasulullah mewajibkan Fatimah melaksanakan pekerjaan rumah tangga yang terdapat di dalam rumah, sementara Ali melakukan pekerjaan-pekerjaan di luar rumah.
4. Menjaga kehormatannya, kehormatan suami, harta suami dan anak-anaknya.
Allah SWT berfirman, “Wanita yang shalihah ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). (Qs. an-Nisaa’: 34).
---
Selain itu, baik suami maupun istri sama-sama memiliki kewajiban untuk menjaga dirinya, pasangannya dan seluruh keluarganya dari api neraka. Dengan beramar makruf dan nahi munkar dan saling menasihati.
Sebagaimana firman Allah,
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu" (Qs. at-Tahriim: 6).
Semua kewajiban ini harus dilaksanakan dengan ikhlas, yakni berharap ridho Allah semata. Bukan karena ridho suami atau yang lainnya. Karena melaksanakan kewajiban-kewajiban tadi adalah sebuah ibadah yang akan mendatangkan ridho Allah ketika kita melakukannya, serta mendapatkan dosa dan murka Allah ketika kita meninggalkannya.
Sakinah adalah buah dari ketaatan suami maupun isteri kepada Syari’at Allah, utamanya Syariat tentang kewajiban suami dan istri.
Ketaatan inilah yang akan mewujudkan surga di rumah-rumah kaum muslimin, Sehingga menentramkan dan membahagiakan seluruh penghuninya. Allahu a’lam bis shawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar