Dari belajar bahasa Arab, kita bisa tahu bahwa setiap diksi itu memiliki makna mendalam.
Misal, ketika Alquran menyebut hati dengan shadrun atau jamaknya shuduurun, maka ia bermakna hati terluar. Ketika Alquran memilih kata qalbun, maka ia berada di lapisan kedua dari luar. Lebih dalam sedikit dari shadrun. Lebih dalam.lago disrbut fu'aadun. Dan hati yang terdalam, disebut oleh Alquran dengan kata lubbun, jamaknya Albaabun.
Jika cinta pada Allah sudah merasuk di bagian terdalam hati, maka ulil Albab memiliki ciri sebagaimana yang disebut dalam Alquran ;
"(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka."
Analoginya mungkin seperti lagu dangdut lawas yaa.
"Mau makan, teringat dirimu. Mau tidur teringat dirimu.."
Ngapa-ngapain ingat Allah. Setiap fakta dan keadaan yang ada di hadapannya dikaitkan oleh akalnya kepada kebesaran Allah. Hingga muncul iman, merasa hamba, dan kemudian lisannya bertasbih memuji keagungan Allah.
Begitu juga ketika kata "melihat" dalam bahasa Arab disebut nadzara, ro'aa, bashara, setiap diksinya memiliki penekanan berbeda. Kalo ikut kajian Tafsir in sya Allah bakalan sering ya, menemukan penjelasan seperti ini. Yang ngaji tafsir di Madrasah Ash-Shalihaat, bahkan mungkin hafal beda Rabb, Ilaah dan Malik 😊
Nah, begitu juga ketika saat ini ada banyak diksi yang sering dihembuskan. Misal Ahok yang berganti menjadi BTP, kata hoax, radikalisme, islam ramah, toleran vs intoleran, politik pesimisme vs politik optimisme.
Bagi anda yang sering menjabarkan kegagalan rezim, problem yang sedang dihadapi Indonesia, anda akan dicap pesimis. Bagi mereka yang merasa Indonesia ini baik-baik saja, sudahlah kita jangan lihat kesalahan, tapi kita do something, jangan omdo. Do something meski itu langkah-langkah kecil yang sebenarnya itu tugas negara.
Padahal, kalo memakai konsep taubatan nasuhaa dalam Islam, perubahan itu selalu diawali dengan step menyadari kesalahan. Begitu juga jika kita ingin bangkit.
Gimana akan bangkit jika tak sadar sedang jatuh. Bagaimana akan bangun dari jatuh, jika tak tau dia jatuh sedalam apa, penyebabnya apa. Jika faham akar persoalan, maka akan mampu mengambil solusi paripurna.
Jadi, menjelaskan kebobrokan rezim dan problematika umat itu tak melulu muncul dari ruh pesimis. Sebagian justru muncul dari optimisme bahwa perubahan itu perlu dan harus diperjuangkan. Tapi kudu diawali dengan menebarkan penyadaran.
Bedanya apa?
Pesimis hanya akan mengkritik tanpa memberikan solusi.
Mereka yang optimis akan menjelaskan hakikat problem yang dihadapi, menjelaskan pula akar persoalannya dan memberikan solusi yang cespleng. Solusi yang tidak tambal sulam, menyentuh akar persoalan, dan paripurna. tentunya solusi yang seperti ini berasal dari Zat Yang menciptakan manusia dan seluru alam semesta. Yang maha Tahu nun maha Benar.
Pesimis hanya akan mengkritik tanpa memberikan solusi.
Mereka yang optimis akan menjelaskan hakikat problem yang dihadapi, menjelaskan pula akar persoalannya dan memberikan solusi yang cespleng. Solusi yang tidak tambal sulam, menyentuh akar persoalan, dan paripurna. tentunya solusi yang seperti ini berasal dari Zat Yang menciptakan manusia dan seluru alam semesta. Yang maha Tahu nun maha Benar.
Well, mari kita cerna setiap diksi dengan #akalsehat. Jangan sampai tertipu diksi berbahaya yang melanggengkan keterpurukan di negeri ini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar