Minggu, 31 Maret 2019

Menggapai Jalan Lurus


Oleh: Wardah Abeedah (Forum Mubalighoh)

 Allah subhanahu wa ta'ala berfirman,

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ

“Tunjukilah (berilah hidayah) kami jalan yang lurus” (QS. Al Fatihah: 6).

Doa di atas, minimal kita baca 17 kali dalam sehari, di tiap rakaat salat. Setelah memuji Allah dengan berbagai pujian di ayat satu hingga ayat lima, pada dua ayat terakhir surah Al-fatihah, kita meminta kepada Allah, petunjuk kepada jalan yang lurus (ash-shiraatha al-mustaqim)

Kata الصراط (ash-shiraatha) pada Surat Alfatihah ayat enam digunakan untuk menekankan bahwa jalan yang lurus itu berat.

===

Pada masa itu, kata jalan biasa disebut dengan 'thariq' atau 'sabiil'. Lafaz "shiraath" tidak populer dalam percakapan sehari-hari. Apalagi jika dibaca dengan makharijul huruf yang benar, akan didapati bahwa kata "shiraath" itu berat, termasuk berat di bacaan. Menggunakan huruf tafkhim ر, tafkhim ص, dan ط. Ini menjelaskan bahwa "shiraathal mustaqim" (jalan yang lurus) merupakan jalan yang berat dilalui.

Oleh karena itu, Allah mengajarkan kita untuk berkali-kali meminta petunjuk kepadanya, pun meminta agar istiqomah berjalan di atas hidayah di atas "shiraathal mustaqim" minimal 17 kali sehari, dalam salat kita.

Bahkan jika kita menambah salat kita dengan salat nafilah seperti rawatib, dhuha, tahajjud, hajat, witir, dll., berarti kita meminta berulang kali dalam sehari. Allah menetapkan agar kita melafazkan dan meminta hidayah di atas "shiraathal mustaqim" ini berulang kali karena berat berjalan di atasnya.

===

Kata "ihdina" (tunjukilah kami) bukan berarti kaum muslimin itu tersesat, sehingga harus meminta petunjuk pada jalan yang lurus. Namun ia bermakna meminta agar ditambah hidayah itu, agar terus-menerus istiqomah dalam jalan yang lurus, serta meminta agar semakin dikokohkan untuk berjalan di atas jalan yang lurus.

Karena sejatinya manusia adalah mahluk yang lemah dan senantiasa memerlukan Allah subhanahu wa ta'ala dalam setiap keadaannya. Manusia tak dapat memberikan manfaat atau menolak mudharat terhadap dirinya sendiri kecuali sebatas apa yang dikehendaki Allah subhanahu wa ta'ala. Maka Allah memerintahkannya agar meminta diberi petunjuk dan dibimbing dalam hidayah setiap waktu.

Penjelasan tentang "shiraathal mustaqim" (jalan yang lurus) ada pada ayat berikutnya, yakni ayat ke tujuh (terakhir) surat Al-Fatihah.

صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّي

(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS. Al Fatihah: 6-7).

===

Ada tiga kriteria jalan yang lurus. Pertama, jalan orang-orang yang diberi nikmat atas mereka. Mengenai siapa sajakah orang-orang yang dianugerahi nikmat, bisa dilihat di dalam surat an-nisa' 69.

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَٰئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ ۚ وَحَسُنَ أُولَٰئِكَ رَفِيقًا

Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya

Kedua, bukan jalan orang yang dimurkai. Para ahli tafsir menafsirkan al-magdhub dengan surat Al-Maidah 60 yang menyebutkan balasan yang buruk bagi orang-orang Yahudi.

مَنْ لَعَنَهُ اللَّهُ وَغَضِبَ عَلَيْهِ وَجَعَلَ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ وَعَبَدَ الطَّاغُوتَ ۚ أُولَٰئِكَ شَرٌّ مَكَانًا وَأَضَلُّ عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ

"yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi dan (orang yang) menyembah thaghut?". Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus.
Siapakah Adh-Dhoollin (yang tersesat)?"

Ketiga, jalan yang lurus bukanlah jalan orang-orang yang tersesat. Para ahli tafsir menafsirkan adh-dhaallin (orang-orang yang tersesat dengan Nashrani sebagaimana disebutkan dalam surat Al Maidah: 77

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعُوا أَهْوَاءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوا مِنْ قَبْلُ وَأَضَلُّوا كَثِيرًا وَضَلُّوا عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ

Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus".

Semoga Allah senantiasa membimbing kita dalam hidayah kepada jalan yang lurus, hingga akhir hayat kita bertemu Allah dalam keadaan rido dan diridoi. Wallahu a'lam bis shawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar