/
Oleh: Wardah Abeedah
#MuslimahNewsID -- Dalam Syariat Islam, pungutan zakat memang dilakukan oleh negara. Melalui lembaga Baitul Maal, negara mewajibkan rakyatnya yang muslim untuk membayar zakat jika telah mencapai nishab dan haul, khusus bagi zakat pertanian, diambil ketika panen. Ini pendapat jumhur ulama termasuk Imama Empat Madzhab. Begitu pula yang dipraktekkan oleh Negara di masa Rasulullah ﷺ di Madinah hingga Khulafaur Rasyidin
Jika menilik penjelasan menteri agama terkait kebijakan pemotongan 2,5 % gaji PNS setiap bulannya untuk zakat profesi, maka ada beberapa hal yang perlu dikritisi :
/1./ Zakat hanya diambil dari orang kaya. Yakni bagi mereka yang hartanya telah mencapai nishab dalam hitungan haul atau satu tahun. Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Mu’adz ibn Jabal saat beliau mengutusnya ke Yaman:
أَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِي أَمْوَالِهِمْ ، تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ وَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ
“Beritahu mereka (penduduk Yaman) bahwa Allah mewajibkan sedekah dari harta mereka yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan diberikan kepada orang-orang miskin mereka.” (Bukhari, no: 1395).
Pertanyaannya, apakah semua PNS termasuk golongan aghniya’ (orang-orang kaya) ? Apakah di akhir tahun, setelah gajinya dipakai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan lain-lain, masihkan mencapai nishob 85 gram emas (sekitar Rp. 48, 450 JT) di akhir tahun?
Jika tidak mencapai nishob, maka pemotongan gaji PNS untuk zakat termasuk sebuah kedzaliman
/2./ Terdapat khilafiyah di kalangan ulama terkait zakat profesi yang dikeluarkan setiap bulan. Para fuqoha' dari kalangan salafus shalih tak pernah mengenal istilah zakat profesi. Dalam khazanah fiqh empat madzhab terkemuka (Imam Asy-Syafi’I, Imam Ahmad ibnu Hanbal, Imam Abu Hanifah dan Imam Malik) juga tidak pernah menyebut soal zakat profesi dalam kitab-kitab mereka.
Pun dalam sejarah praktik Baitul Maal di masa kekhalifahan dahulu, belum diketemukan literature yang menyebutkan pemungutan zakat profesi atau zakat dari gaji yang diambil setiap bulan dari pegawai. Padahal sejak masa Rasulullah ﷺ, pegawai negara (muwadzdzaf) juga mendapatkan gaji. Begitu pula di masa Khulafaur Rasyidin dan di masa imam empat madzhab.
Pencetusan zakat profesi ini baru ada di kalangan ulama modern yang digagas oleh Syeikh Yusuf Qardhawi dan Syeikh Wahbah Zuhaili dan hingga saat ini banyak dipertentangkan oleh jumhur ulama.
/3./ Menteri Agama berpendapat bahwa pengumpulan zakat khusus tersebut bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan.
Dalam Islam, pengentasan kemiskinan sangat bisa direalisasikan dengan penerapan system ekonomi Islam. Baik itu dengan penerapan zakat yang sesuai dengan syariat. Juga dengan pengelolaaan Sumber Daya Alam yang termasuk kepemilikan umum yang keduanya wajib dikelola Baitul Maal Negara sesuai pendistribusian yang ditetapkan syariat.
Zakat didistribusikan untuk delapan asnaf diantaranya fuqara’ dan maskin, sedangkan Sumber Daya Alam yang termasuk kepemilikan umum untuk kemaslahatan umum sesuai ijtihad Khalifah.
Sistem Ekonomi Islam juga mengharamkan hutang ribawi, terlebih jika pinjaman didapat dari kafir penjajah.
Sedangkan beberapa faktor terbesar yang menyebabkan kemiskinan di Indonesia adalah penjarahan Sumber Daya Alam oleh asing dan pembayaran hutang dengan bunga pinjaman yang besar kepada lembaga keuangan Kapitalis Barat.
Jika pemerintah memang serius ingin mengentaskan kemiskinan, seharusnya terapkan sistem ekonomi Islam dengan sempurna. Tentunya penerapan yang sempurna itu hanya akan bisa terlaksana dengan ditopang sistem pemerintahan atau sistem politik Islam yakni Sistem Khilafah yang telah diwariskan oleh Rasulullah ﷺ kepada Khulafaur Rasyidin dan seluruh kaum muslimin. Wallahu a’lam bis showab
Oleh: Wardah Abeedah
#MuslimahNewsID -- Dalam Syariat Islam, pungutan zakat memang dilakukan oleh negara. Melalui lembaga Baitul Maal, negara mewajibkan rakyatnya yang muslim untuk membayar zakat jika telah mencapai nishab dan haul, khusus bagi zakat pertanian, diambil ketika panen. Ini pendapat jumhur ulama termasuk Imama Empat Madzhab. Begitu pula yang dipraktekkan oleh Negara di masa Rasulullah ﷺ di Madinah hingga Khulafaur Rasyidin
Jika menilik penjelasan menteri agama terkait kebijakan pemotongan 2,5 % gaji PNS setiap bulannya untuk zakat profesi, maka ada beberapa hal yang perlu dikritisi :
/1./ Zakat hanya diambil dari orang kaya. Yakni bagi mereka yang hartanya telah mencapai nishab dalam hitungan haul atau satu tahun. Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Mu’adz ibn Jabal saat beliau mengutusnya ke Yaman:
أَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِي أَمْوَالِهِمْ ، تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ وَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ
“Beritahu mereka (penduduk Yaman) bahwa Allah mewajibkan sedekah dari harta mereka yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan diberikan kepada orang-orang miskin mereka.” (Bukhari, no: 1395).
Pertanyaannya, apakah semua PNS termasuk golongan aghniya’ (orang-orang kaya) ? Apakah di akhir tahun, setelah gajinya dipakai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan lain-lain, masihkan mencapai nishob 85 gram emas (sekitar Rp. 48, 450 JT) di akhir tahun?
Jika tidak mencapai nishob, maka pemotongan gaji PNS untuk zakat termasuk sebuah kedzaliman
/2./ Terdapat khilafiyah di kalangan ulama terkait zakat profesi yang dikeluarkan setiap bulan. Para fuqoha' dari kalangan salafus shalih tak pernah mengenal istilah zakat profesi. Dalam khazanah fiqh empat madzhab terkemuka (Imam Asy-Syafi’I, Imam Ahmad ibnu Hanbal, Imam Abu Hanifah dan Imam Malik) juga tidak pernah menyebut soal zakat profesi dalam kitab-kitab mereka.
Pun dalam sejarah praktik Baitul Maal di masa kekhalifahan dahulu, belum diketemukan literature yang menyebutkan pemungutan zakat profesi atau zakat dari gaji yang diambil setiap bulan dari pegawai. Padahal sejak masa Rasulullah ﷺ, pegawai negara (muwadzdzaf) juga mendapatkan gaji. Begitu pula di masa Khulafaur Rasyidin dan di masa imam empat madzhab.
Pencetusan zakat profesi ini baru ada di kalangan ulama modern yang digagas oleh Syeikh Yusuf Qardhawi dan Syeikh Wahbah Zuhaili dan hingga saat ini banyak dipertentangkan oleh jumhur ulama.
/3./ Menteri Agama berpendapat bahwa pengumpulan zakat khusus tersebut bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan.
Dalam Islam, pengentasan kemiskinan sangat bisa direalisasikan dengan penerapan system ekonomi Islam. Baik itu dengan penerapan zakat yang sesuai dengan syariat. Juga dengan pengelolaaan Sumber Daya Alam yang termasuk kepemilikan umum yang keduanya wajib dikelola Baitul Maal Negara sesuai pendistribusian yang ditetapkan syariat.
Zakat didistribusikan untuk delapan asnaf diantaranya fuqara’ dan maskin, sedangkan Sumber Daya Alam yang termasuk kepemilikan umum untuk kemaslahatan umum sesuai ijtihad Khalifah.
Sistem Ekonomi Islam juga mengharamkan hutang ribawi, terlebih jika pinjaman didapat dari kafir penjajah.
Sedangkan beberapa faktor terbesar yang menyebabkan kemiskinan di Indonesia adalah penjarahan Sumber Daya Alam oleh asing dan pembayaran hutang dengan bunga pinjaman yang besar kepada lembaga keuangan Kapitalis Barat.
Jika pemerintah memang serius ingin mengentaskan kemiskinan, seharusnya terapkan sistem ekonomi Islam dengan sempurna. Tentunya penerapan yang sempurna itu hanya akan bisa terlaksana dengan ditopang sistem pemerintahan atau sistem politik Islam yakni Sistem Khilafah yang telah diwariskan oleh Rasulullah ﷺ kepada Khulafaur Rasyidin dan seluruh kaum muslimin. Wallahu a’lam bis showab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar