Rabu, 03 Januari 2018

Meneguhkan Arah Perjuangan Santri 
Oleh Wardah Abeedah (Penulis, Muballighoh, dan alumni Pesantren Al-Wafa Tempurejo)
#MuslimahNewsID -- Bicara peran ulama dan santri bagi negeri ini, sama dengan mengurai deretan sejarah panjang. Bukan hanya Resolusi Jihad yang tercetus pada Oktober 1945. Sejak beberapa abad sebelumnya, ulama dan santri telah banyak menumpahkan darahnya demi kemerdekaan Indonesia.
Dalam buku Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII&XVIII, (2005), Azyumardi Azra mengungkap sejumlah contoh perjuangan para ulama dalam melawan penjajah.
Sebutlah contoh Syekh Yusuf al-Maqassari (1627-1629M). Ulama terkenal ini bukan hanya mengajar dan menulis kitab-kitab keagamaan, tetapi juga memimpin pasukan melawan penjajah.
Tahun 1683, setelah tertangkapnya Sultan Ageng Tirtayasa, Syekh Yusuf Maqassari memimpin sekitar 4.000 pasukan di hampir seluruh wilayah Jawa Barat.
Pada tahun 1825 hingga 1830, Pangeran Diponegoro memimpin Perang Diponegoro yang disertai para para ulama-santri dari berbagai penjuru Jawa. Bahkan pasca ditangkapnya Diponegoro, lebih dari 130 pertempuran dilakukan kalangan pesantren untuk mengusir penjajah Belanda.
8 Desember 1944, para santri berjuang untuk mengusir penjajah kafir Belanda dan mempertahankan kemerdekaan dengan bergabung bersama Laskar Hizbullah. Dalam rapat pleno Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi) pada Januari 1945, diputuskan pimpinan pusat dari Barisan Hizbullah adalah KH Zainul Arifin.
Untuk melawan penjajah Belanda, pondok-pondok pesantren yang telah berdiri kala itu diminta untuk mengirim lima santrinya untuk dijadikan laskar. Mereka akan dilatih terlebih dulu secara militer di Cibarusah, Bekasi, Jawa Barat.
Setelah mendapatkan latihan militer, para laskar pun ditugaskan untuk kembali ke daerahnya masing-masing. Mereka diperintahkan untuk mencari, melatih, dan membentuk Laskar Hizbullah di daerahnya.
Salah satu keberhasilan Hizbullah yang cukup fenomenal adlah ketika meletusnya Pertempuran Ambarawa. Pada 21 November 1945, tentara sekutu terdesak akibat serangan pasukan yang dipimpin Jenderal Sudirman.
Jelang proklamasi kemerdekaan Indonesia, para ulama dan kalangan tokoh Islam yang telah berjihad mengusir penjajah kafir Belanda, ikut merumuskan konstitusi dan bentuk negara Indonesia. Mereka tergabung dalam Panitia Sembilan dalam BPUPK, yang menghasilkan dokumen sejarah penting, yaitu Piagam Jakarta.
Di dalamnya jelas tertulis beberapa poin tentang penerapan syariat Islam di Indonesia. Mulai dari pemilihan kata muqaddimah dalam pembukaan UUD 45, frasa "Atas berkat rahmat Allah…" , hingga redaksi "Negara berdasarkan atas Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya".
Ironisnya, di detik-detik terakhir “tujuh kata” yang menuntut penerapan syariat Islam dicoret dalam sidang PPKI, 18 Agustus 1945. Peristiwa pahit ini menuai kemarahan dan kekecewaan mendalam di kalangan ulama.
Karena berabad lamanya peluh, air mata dan darah, bahkan jiwa yang telah dikorbankan ulama dan santri dalam jihad memerangi kafir penjajah dan menjadikan kedaulatan Indonesia berada di tangan Islam tak tercapai.
/ Perjuangan santri masa kini /
Jika pada masa sebelum 1945 santri berjuang melawan penjajah kafir Belanda dan Jepang, pada masa sekarang, perjuangan seperti apakah yang harus dilakukan santri masa kini?
Tentunya saat berbicara perjuangan untuk Indonesia, kita perlu tahu dulu apa yang sedang mengancam dan membahayakan Indonesia. Apakah Khilafah atau ideologi komunisme?
Kita juga perlu tahu, persoalan apa yang sedang melilit negeri dengan penduduk muslim terbesar di dunia ini? Hanya radikalismekah? Persoalan khilafiyah sematakah? Atau apa?
Di negeri yang dilimpahi berbagai kekayaan alam bernama Indonesia, warganya masihlah belum mengecap sejahtera. Privatisasi kekayaan negara oleh segelintir orang maupun perusahaan adalah legal. Bahkan dilindungi undang-undang serta berbagai kebijakan.
Limpahan sumber daya yang dikaruniakan Allah baik berupa emas, minyak bumi, dan lainnya berada di bawah kuasa swasta yang sebagian besar adalah asing. Contoh yang paling sering diungkap adalah fakta di Papua.
Freeport perusahaan tambang emas raksasa milik Amerika mengeruk ribuan ton emas, tembaga, uranium tanah Papua untuk dibawa ke negaranya. Atau pulau buatan milik swasta pada reklamasi teluk Jakarta dan kota milik swasta bernama Meikarta juga membuka mata kita bahwa kedaulatan Indonesia tak lagi manjadi milik rakyatnya.
Di sisi lain, meski berjuluk negeri dengan penduduk muslim terbesar, dan memiliki banyak lembaga pendidikan Islam termasuk pesantren, dalam hal social budaya terdapat banyak sekali problem.
Indonesia menjadi salah satu pasar narkoba terbesar di Asia. Degradasi moral & pergaulan bebas yang berujung pada aborsi, kriminalitas dan HIV AIDS masih menjadi potret buram generasi. Persoalan keluarga juga kompleks. KDRT, perselingkuhan hingga tingginya perceraian.
Yang juga wajib diketahui oleh kaum muslimin termasuk para santri, pertikaian antar madzhab dan golongan, entah itu yang disebut Wahhabi ataupun saling klaim sebagai ahlus sunnah wal jama’ah, terjadi bukan semata karena khilafiyah. Akan tetapi ada pihak-pihak yang sangat takut jika ummat Islam bersatu.
Sehingga memperuncing perbedaan demi memecah persatuan umat. Serta mengambil keuntungan dari sikap apolitis kita untuk menyerang pihak-pihak yang sedang memperjuangkan diterapkannya hukum Islam secara sempurna di bumi pertiwi.
Pertanyaan besarnya, kenapa? Apa penyebab rakyat miskin di negeri kaya? Terpuruk di berbagai aspek kehidupan, padahal Islam menjadi agama yang dianut sebagian besar pengikutnya?
Jawabannya ada pada aturan atau sistem yang diterapkan di negeri kita.
"Ideologi kapitalisme yang dianut menjadi biang persoalan. Agama sekedar diberi ruang dalam ranah ibadah semata. Sedangkan untuk mengatur ekonomi, sosial, pendidikan dll, negeri ini mengambil ideologi kapitalisme dan mencampakkan ajaran Islam."
Dengan menganut kapitalisme, penjarahan kekayaan alam oleh asing dan aseng menjadi legal melalui UU. Penjajahan di bidang pendidikan dan politik termasuk liberalisasi pesantren dan kapitalisasi asset pesantren masuk dengan elegan, melalui berbagai kebijakan.
Jika pada masa lalu Resolusi jihad digaungkan demi mengusir penjajah Belanda dan memerdekakan diri dari Belanda, maka resolusi jihad pada masa sekarang haruslah memiliki semangat sama.
Mengusir penjajah kapitalisme yang telah menjarah kekayaan Indonesia dan menyengsarakan rakyatnya. Menyelamatkan Indonesia dari cengkraman system demokrasi kapitalis yang telah menjerumuskan rakyat ke jurang kerusakan dan keterpurukan.
Serta melanjutkan cita-cita ulama dan tokoh Islam dahulu yang berkeinginan menerapkan syariat Islam di bumi nusantara. Mengganti ideologi kapitalisme menjadi ideologi Islam, agar Indonesia menjadi baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur.
Sebagaimana firman Allah dalam al-a’raf 96,
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰٓ ءَامَنُوا۟ وَاتَّقَوْا۟ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَالْأَرْضِ وَلٰكِن كَذَّبُوا۟ فَأَخَذْنٰهُم بِمَا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ ﴿الأعراف:٩٦﴾
"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya."
Inilah rahasia agar Indonesia menjadi negeri yang dilimpahi barakah dan rahmat Allah. Dengan iman dan takwa berjamaah, baik rakyat dan terlebih lagi pemimpinnya. Taat pada aturan Islam seluruhnya, baik syariat yang mengatur individu, keluarga, masyarakat, hingga Negara.
Agar bisa berdaulat di negeri sendiri bahkan memimpin dunia. Sejarah pun telah mencatat, sejak diterapkan Islam di masa rasulullah SAW yang dilanjutkan oleh khalifah Abu Bakar hingga berakhir kekhilafahan Utsmani 1924 di Turki, Islam menjadi negara adi daya, menguasai dua pertiga dunia.
Rakyatnya sejahtera serta bahagia. Baik muslim maupun nonmuslim semua merasakan hak dan kesejahteraan yang sama. Lalu untuk apa kita masih menoleh pada hukum dan sistem yang tak diajarkan Rasul kita?
Bahkan Will Durant, seorang sejarawan Barat yang nonmuslim mengatakan,
“Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para Khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapapun yang memerlukan dan memberikan kesejahteraan selama berabad-abad dalam wilayah yang sangat luas. Fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka."
Inilah rahasia kekuatan umat Islam, yakni ideologi Islam; akidah Islam dan syariahnya yang sempurna. Hal ini diketahui betul oleh penjajah Kapitalis serta anteknya. Sehingga mereka mati-matian melakukan liberalisasi Islam, menggencarkan kriminalisasi terhadap ulama dan ormas Islam. Karena mereka sangat takut eksistensi mereka punah jika Islam berkuasa di negeri ini.
Jadi tugas berat para santri dan seluruh umat Islam saat ini adalah melawan penjajahan pemikiran dengan perang pemikiran, melawan penjajahan politik dengan berupaya menegakkan kekuatan politik Islam, yakni Khilafah. Semoga Allah menolong Islam dan kaum muslimin. Allahu a’lam bis showab. []

Selasa, 02 Januari 2018


Umat Islam Haram Berpolitik?
Oleh: Wardah Abeedah (Penulis, Muballighoh)
 Persekusi yang beberapa kali terjadi pada ulama yang kritis terhadap rezim dan menyuarakan Islam politik terus saja terjadi. Kasus terbaru adalah deportasi Ustadz Abdul Somad di Hongkong. Seringkali saat ada ulama yang kritis, ormas Islam yang melakukan aktivitas politik, atau saat Aksi Bela Islam, banyak pihak menuding bahwa dibaliknya ada unsur politik. Bahwa aksi-aksi tersebut berbau politik. Kemudian menstigma negative setiap individu, ormas dan semua pihak Islam yang berpolitik. Seakan-akan jika ulama, ormas atau umat Islam berpolitik, itu adalah sebuah kriminalitas tingkat dewa dan sebuah keharaman yang mutlak adanya.
Padahal, saat ini, institusi apa yang bebas dari politik? Lihat saja institusi Polri yang bukan termasuk dalam trias politika. Seringkali Kapolri mengeluarkan pernyataan dan melakukan tindakan yang berbau politik. Keberpihakan dalam menegakkan hukum terasa sekali. Bahkan ummat pun merasakannya dengan gamblang. Kriminalisasi ulama contohnya. Institusi penegak hokum dan keamanan dalam negeri ini tak jarang membuat ummat gemas nun geregetan.
Media sebagai pilar ke empat demokrasi, yang harusnya berfungsi mengontrol pilar eksekutif, legislative dan yudikatif juga tak absen melakukan aktivitas politik. Media zaman now, menjadi alat untuk menggiring suara rakyat untuk pemilu, juga untuk membunuh eksistensi politik Islam. Lalu mengapa ummat Islam dan ormasnya dilarang berpolitik? Bahkan dikriminalisasi, dipersekusi dan dieliminasi dari daftar ormas Islam yang legal di Indonesia?
/ Politik dalam Pandangan Islam /
Sebagai agama bahkan sebagai ideology, Islam memiliki hukum yang komplit untuk mengatur kehidupan manusia. Termasuk dalam berpolitik. Bahkan Islam memiliki konsep politik tersendiri. Islam memiliki definisi yang pas tentang politik. Politik dalam bahasa arab dikatakan as-siyaasah. Berasal dari kata saasa-yasiisu (mengatur). Secara istilah syar’i, politik didefinisikan sebagai “ ri’ayatus syu’uunil ummah”; Pengaturan urusan ummat.
Maka tak heran, jika para ulama salafus shalih banyak menulis kitab-kitab yang terkait politik. Sebutlah dua kitab yang memiliki judul yang sama, ‘Ahkamus Sulthaniyah’ (Hukum-hukum Kekuasaan/Pemerintahan). Kedua kitab ini memiliki inti pembahasan yang sama namun berbeda penulis, dan berbeda pendapat ijtihad. Yang satu ditulis Imam Abul Hasan al-Mawardi dan Imam Abu Ya’laa. Kitab ini mengupas hukum-hukm kekuasaan termasuk di dalamnya struktur pemerintahan Negara Islam. Imam Ibnu Qayyim mengarang kitab Ath-Thuruuq al-Hukmiyah(metode-metode pemerintahan). Imama as-Suyuthi menulis kitab Al-Asaatin fii ‘adaamil muji’ as-salaathin. Ibnu Taimiyah juga menulis kitab as-Siyaasah asy-Syar’iyyah fi Ishlahir Ra’i wa Ra’iyyah.
Selain dalam kitab yang khusus membahas politik, kitab-kitab hadits tak luput dari pembahasan pemerintahan. Imam Bukhori menuliskan kitab al-huduud dan kitab al-imaamah menjadi bab pembahasan tersendiri dalam kitab jami’us shahihnya. Sebagaimana kitab al-imaarah dan kitab al-hudud juga menjadi bab tersendiri dalam kitab jami’us shahih muslim-nya imam Muslim. Bab-bab ini membahas hadits-hadits rasulullah ﷺ terkait sangsi peradilan dan pemerintahan. Dalam pembahasan fiqh, ulama juga hampir selalu menyematkan bab qadla’ (peradilan), bab hudud (sangsi) serta bab imamah atau imaarah (pemerintahan).
Dalam kitab-kitab maghazi dan sirah (sejarah) Rasulullah ﷺ, kisah keteladanan rasulullah dalam memimpin Negara Islam di Madinah hingga melebarkan kekuasaannya ke seluruh jazirah Arab selalu tertulis jelas. Kitab-kitab sirah yang menuliskan biografi empat sahabat rasul yang memimpin Negara Islam sesudah beliau juga selalu menyematkan kisah-kisah kegemilangan kepemimpinan mereka. Merekalah yang sering dihafal generasi muslim sebgai khulafa’ ar-rasyidin. Khulafa’ merupakan jamak dari kata khalifah ; pemimpin dalam system khilafah. Tinta emas sejarah telah menorehkan berbagai prestasi gemilang para pemimpin yang dijamin surga ini. Mulai pembebasan negeri-negeri kufur yang menjadikan Islam tersebar kerahmatannya hingga ke al-Quds, Mesir, Syam, Persia, hingga profil pemimpin-pemimpin zuhud yang sangat memperhatikan rakyatnya.
Benarlah apa yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Imam Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulum ad-Diin-nya “Maka kekuasaan dan agama adalah saudara kembar . Agama adalah pondasi/pokoknya. Sedangkan penguasa adalah penjaganya. Dan apa-apa yang tidak ada pondasinya akan runtuh. Sedangkan apa-apa yang tidak memiliki penjaga akan lenyap.” Kekuasaan atau pun politik tanpa Islam hanya akan meruntuhkan Islam dan ummatnya. Dan akan melenyapkan Islam dengan semua kemuliaannya. Politik dan kekuasaan yang diatur dengan Islam telah terbukti mendatangkan kerahmatan, keberkahan dan kemuliaan. Rahmat bagi kaum muslimin, bahkan sekuruh alam.
Hal ini telah berlangsung berabad lamanya, sejak institusi politik Islam pertama kali didirikan Rasulullah ﷺ di Madinah, setelah sebelumnya beliau bersama kelompoknya melakukan berbagai aktivitas dakwah politik di tengah-tengah ummat. Institusi politik berupa Negara Islam tersebut, kemudian dilanjutkan kepemimpinannya oleh Khulafa’ Ar-Rasyidin hingga khalifah-khalifah sesudahnya. Dua pertiga penduduk bumi -apapun ras, bangsa dan bahasanya- menjadi satu ummat yang bernaung dibawah satu Negara yang kuat. Dibawah satu kepemimpinan yang adil, yakni khilafah.
Negara yang thoyyibatun wa robbun ghofur, dilimpahi kebaikan dan ampunan tuhan. Mencetak ulama-ulama berkualitas dengan jumlah yang massif, melahirkan kesejahteraan hingga tak ada yang mau menerima zakat sebagaimana pada masa khalifah Umar bin ‘abdul Aziz. Aman dan tenteram seperti masa Abu Bakr, yang hakim (qadli) nya mengundurkan diri karena selama setahun penuh menganggur tanpa ada satupun kasus criminal dan perselisihan yang masuk ke pengadilan. Negara yang telah mencetak ilmuwan-ilmuwan hebat yang karyanya dinikmati penduduk bumi hingga saat ini; al-Khawarizmi, Ibnu Sina, Al-Jazari dll
/ Grand Design Jauhkan Islam dari politik /
Peperangan kekuasaan di dunia adalah sebuah sunnatullah yang senantiasa terjadi. Jika pada masa lampau terjadi antara Persia dan Romawi, antara Thalut dan Jalut. Pada masa akhir, peperangan terjadi bukan lagi antar kekaisaran, namun antar ideology. Kapitalisme, Sosialisme dan Islam menjadi tiga ideology di dunia yang saat ini eksis. Ketiganya berperang baik secara fisik maupun non fisik untuk menguasasi dunia dan menerapkan ideologinya dalam institusi politik atau Negara.
Kapitalisme sebagai ideologi yang dianut sebagian besar negara-negara di dunia serta sedang memimpin dunia sedang sekarat dan menghadapi ajalnya. Sementara ideology Sosialis komunis tak Nampak kekuatannya. Kapitalisme terus berupaya agar ideology Islam dan khilafah sebagai institusi politik yang akan menegakkannya tetap terkubur dan tak kembali bangkit. Barat sebagai pengekspor ideologi Kapitalisme tahu betul, bahwa kemunculan Negara Khilafah yang menerapkan Islam akan mengancam eksistensinya. Maka sekecil apapun potensi yang dapat memunculkan kembali kekuatan politik Islam ini wajib diberangus, termasuk di Indonesia.
Program deradikalisasi menjadi agenda politik utama rezim Jokowi di 2017 ini. Mulai penanaman Islam moderat di kalangan pesantren, ormas Islam dan menyasar seluruh umat Islam, hingga kriminalisasi ulama dan ormas Islam melalui Perppu Ormas yang sudah menjadi RUU, menutup situs-situs web Islam, juga memonsterisasi ajaran Islam seperti khilafah dan jihad. Kesemua program deradikalisasi ini dilakukan atas arahan dan dana besar dari Barat. Tujuannya dua ; deislamisasi dan depolitisasi Islam.
Semua itu demi memastikan ummat Islam apolitis, tak mengenal ideologinya dan enggan menerapkannya dalam institusi politik yakni Khilafah. Agar eksistensi ideology kapitalisme yang sebenarnya sedang sekarat tak terusik dengannya. Tak heran jika wacana pemisahan Islam dari politik ini lantang disuarakan oleh mereka yang mengabdi pada ideology kapitalisme. Baik itu penguasa-penguasa komprador dan tokoh muslim ataupun media. Allahu a’lam bis showab.
——————————
Persatuan Politik Ummat Islam
Oleh : Wardah Abeedah

Lagi-lagi jutaan ummat Islam memutihkan Lapangan Monas, Jakarta. Selama Desember ini saja, tercatat dua kali jutaan ummat Islam berkumpul demi menjadikan Maulid nabi sebagai momen persatuan ummat, dan demi bela Palestina, tanah suci ketiga kaum muslimin yang di dalamnya teradapat kiblat pertama kita. Di antara jutaan peserta yang datang dari seluruh penjuru pelosok negeri dalam dua agenda tersebut, terdapat banyak tokoh besar wakil ummat Islam. Ustadz Bachtiar Nashir, Ustadz Felix Siauw, Teuku Zularnain, dll. Bahkan para politisi nasional Amin Rais, Fadli Zon, Fahri Hamzah tak mau absen. Para artis juga tak ketinggalan menyemarakkan momen persatuan ummat dan bela Palestina kali ini. Opini bahawa acra ini benar-benar mewakili perasaan ummat menjadi lebih legitimed lagi ketika kepala daerah Jakarta hadir dan memberikan sambutan.

Reuni 212 dan Aksi Bela Palestina yang menggerakkan kaki-kaki jutaan ummat Islam menuju Monas tanpa mendapatkan kompensasi materi apapun. Tak sedikit yang berkendara motor, sepeda ontel dengan jarak tempuh yang jauh, hingga pedagang yang berbondong-bondong bershadaqah untuk mujahid, menegaskan bahwa ummat Islam tak tidur. Aqidah mereka nyata tertancap sehingga menggerakkan mereka untuk bergerak demi Islam, demi membela symbol Islam, juga memperjelas tentang sebuah kerinduan ummat akan persatuan Islam.  Demi kerinduan akan kedamaian dan kejayan di negeri-negeri muslim. Siapapun mereka, ulama ustadz, politisi, artis, pejabat, pedagang, tokoh masyarakat yang mewakili daerahnya masing-masing, kerinduan persatuan telah memenuhi hati seluruh kaum muslimin. Yah, persatuan yang sudah lama terkoyakkan oleh ribuan bahkan jutaan upaya kaum kuffar yang takut akan persatuan dan kebangkitan Ummat Islam.

Persatuan Ummat Islam ; Wajib.

Dalam Islam, persatuan umat Islam adalah wajib. Sebaliknya, berpecah-belah adalah haram. Namun yang wajib bukan sembarang persatuan yang diiikat kelompok, etnis, suku atau kebangsaan semata, bukan. Persatuan yang diwajibkan adalah persatuan yang diikat tali Allah ; yakni kitabullah dan sunnahnya. Hal ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam al-Quran:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا…
Berpegang teguhlah kalian semuanya pada tali Allah dan jangan bercerai berai… (TQS Ali Imran [3]: 103).

Imam as-Samarqandi berkata, “Wa’tashimû bi hablilLâh (Berpegang teguhlah kalian pada tali Allah)” bermakna, “Tamassakû bi dînilLâhi wa bi al-Qur’ân (Berpegang teguhlah kalian semuanya dengan agama Allah dan al-Quran)” (AS-Samarqandai, Bahr al-‘Ulûm, 1/234).

Menurut Imam al-Mawardi, terkait frasa “Wa’tashimû bi hablilLâh (Berpegang teguhlah kalian semuanya pada tali Allah)”, salah satu takwil atas kata “al-habl (tali)” adalah KitabulLâh. Ini adalah pendapat Ibn Mas’ud, Qatadah dan as-Sadi (Al-Mawardi, Tafsîr al-Mâwardî, 1/413).

Persatuan Umat Islam & Bangkitnya Politik Islam ; Mimpi Buruk Barat


Lord Curzon, Mantan Menteri Luar Negeri Inggris pada tahun 1924, tepat setelah khilafah Islamiyah runtuh di Turki mengatakan,
" Kita harus mengakhiri apapun yang akan membawa pada persatuan Islam antara anak-anak kaum muslimin. Sebagaimana kita telah berhasil menyudahi kekhalifahan, kita harus memastikan bahwa tidak akan pernah bangkit lagi kesatuan bagi umat Islam, baik itu persatuan intelektual ataupun budaya."

Persatuan umat Islam seluruh dunia dalam satu institusi politik bernama  Khilafah bagi Barat bukanlah sekedar sejarah kelam yang membuat mereka tak nyaman saat mendengarnya kembali. Namun lebih dari itu, khilafah adalah sebuah 'monster pingsan' yang mereka yakini betul akan kebangkitannya untuk yang kedua kali. Monster yang mereka yakini akan siuman dari tidur panjangnya untuk kemudian mengalahkan mereka dan membunuh eksistensinya. Hingga menjadikan tidur mereka tak nyenyak berpuluh tahun lamanya.

Itulah mengapa mereka begitu serius, mengerahkan waktu, fikiran, tenaga, uang, untuk mencegahnya bangkit dari tidur lamanya. PR besar mereka adalah memecah belah umat dan menjauhkan umat dari politik Islam.

Strategi yang dilakukan salah satunya adalah dengan mengkotak-kotakkan Islam. Tahun 2007, Rand menerbitkan dokumen Building Moderate Muslim Networks, yang juga didanai oleh Smith Foundation, dimana keduanya adalah jaringn zionis internasional. Dokumen terakhir ini memuat langkah-langkah membangun Jaringan Muslim Moderat pro-Barat di seluruh dunia. Dalam dokumen tersebut, disebutkan, Komunitas Internasional membagi Umat Islam ke dalam Empat Kelompok, yaitu:

(i) Fundamentalis: kelompok masyarakat Islam yang menolak nilai-nilai demokrasi dan kebudayaan Barat Kontemporer, serta menginginkan formalisasi penerapan Syariat Islam;
(ii) Tradisionalis: kelompok masyarakat Islam Konservatif yang mencurigai modernitas, inovasi dan perubahan. Mereka berpegang kepada substansi ajaran Islam tanpa peduli kepada formalisasinya;
(iii) Modernis: kelompok masyarakat Islam Modern yang ingin reformasi Islam agar sesuai dengan tuntutan zaman, sehingga bisa menjadi bagian dari modernitas;
(iv) Sekularis: kelompok masyarakat Islam Sekuler yang ingin menjadikan Islam sebagai urusan privasi dan dipisah sama sekali dari urusan Negara

Tak berhenti disana, komunitas internasional juga menetapkan strategi untuk mengkonfrontir dan mengadudomba kelompok-kelompok tersebut. Terutama untuk memusuhi dan melenyapkan kelompok pertama yakni yang mereka sebut fundamentalis, karena mereka melakukan aktivitas poliitk Islam dan memperjuangkan formalisasi Islam dalam sebuah institusi politik.

Mereka juga berupaya menjadikan institusi pendidikan di negeri-negeri muslim, mulai sekolah, pergururan tinggi hingga madrasah dan pesantren sebagai alat untuk mencuci otak generasi muslim, hingga mereka mengambil tsaqafah asing. JIka mau berislampun, Islam yang harus ummat Islam ketahui, yakini dan adopsi adalah Islam moderat yang tak tak sesuai ajaran Islam yang benar. Hingga generasi kaum muslimin asing dnegan istilah  ukhuwah, syariah, khilafah dan jihad.

Itu kenapa, dalam reuni 212, ada banyak kalimat nyinyir dari berbagai tokoh termsuk KApolri bahwa aksi 212 untuk kepentingan politik. KArena mereka mengkhawatirkan hal itu, dank arena kafir plus antek-anteknya ingin menyerang ummat dengna berupaya menstigma ummat Islam berpolitik adalah sebuah kriminalitas yang harus dijauhi.

Tak hanya di Indonesia, di seluruh negeri-negeri muslim, strategi yang dicanangkan Rand Coorporation juga diterapkan dengan paksa. Geliat persatuan kebangkitan ummat Islam di seluruh dunia untuk kembali pada Islam, sebagaimana Intifadhah Palestina dan Arab Spring sangat mereka takutkan.

Meghentikan Khilafah ; Sebuah Upaya Utopis

Meski berpuluh tahun Barat berupaya menghapus memori khilafah dari benak kaum muslimin, namun semakin hari, kata Khilafah semakin ramai diperbincangkan oleh banyak pihak. Tak hanya kalangan tokoh agama, namun para politisi, budayawan, mahasiswa, bahkan hingga pelajar dan ibu rumah tangga sudah akrab dengna kata khilafah. Di beranda-beranda akun media social, hingga media cetak dan elektronik tak ketinggalan membahasnya.

Meski ormas yng selama ini paling getol menyuarakan khilafah dibubarkan, ummat justru melawan rezim tiran dengan ikut ramai menyuarakan khilafah. Muhammadiyah, FPI, FUI, Jammah Tabligh, NU Garis lurus, dan banyak pihak tanpa malu dan sungkan lantang menyuarakan khilafah sebagai sebuah institusi yang akan mengakhiri keterpurukan yang telah lama meliputi dunia Islam, juga sebagai sebuah keyakinan akan janji Allah dankabar gebira dari rasulullah yang taka lama lagi akan terwujud.

Tak hanya kaum muslim yang meyakini tegaknya, Kafir Barat pun meyakini dan sedang mengambil ancang-ancang untuk memperlambat tegaknya khilafah kedua. Terbukti dari banyak survey dan analisis yang kaum kafir sendiri lakukan. Tiga belas tahun yang lalu, National Intelelligence Council’s (NIC) sudah meramalkan tegaknya khilafah kedua. NIC merilis sebuah laporan yang berjudul Mapping the Global Future. 
Inti laporan NIC tentang perkiraan situasi tahun 2020-an. Rincia
nnya ialah Dovod World: Kebangkitan ekonomi Asia, dengan China dan India bakal menjadi pemain penting ekonomi dan politik dunia. Pax Americana: Dunia tetap dipimpin dan dikontrol oleh AS. A New Chaliphate: Bangkitnya kembali Khilafah Islamiyah, yakni Pemerintahan Global Islam yang bakal mampu melawan dan menjadi tantangan nilai-nilai Barat, dan Cycle of Fear: Muncul lingkaran ketakutan (phobia). Yaitu ancaman terorisme dihadapi dengan cara kekerasan dan akan terjadi kekacauan di dunia — kekerasan akan dibalas kekerasan.

Tahun 2014 lalu, PEW Research Center yang bermarkas di Washington DC merilis hasil surveinya terkait opini publik mengenai dukungannya terhadap penerapan syariah di level negara. Cakupan survei ini cukup luas dengan melibatkan 38.000 responden di  39 negara di wilayah Afrika, Asia dan Eropa. Hasilnya, dukungan umat Islam terhadap penerapan syariah di Indonesia juga di angka 72 persen, Pakistan (84 persen), Bangladesh (82 persen), Afghanistan (99 persen), Thailand (72 persen), dan Malaysia (86 persen). Di Timur Tengah dan Afrika: Irak (91 persen), Palestina (89 persen), Maroko (83 persen), Mesir (74 persen), Yordania (71 persen), Niger (86 persen), Djibouti (82 persen), Kongo (74 persen) dan Nigeria (71 persen).

Di dalam negeri sendiri, dalam survey yang  dipublis oleh www.reuters.com pada November 2017, hampir 20 persen pelajar SMA dan mahasiswa di Indonesia mendukung petegakan khilafah. Survey oleh sebuah organisasi berbasis di Jakarta telah men-survey 4.200 pelajar dan mahasiswa di SMA dan Perguruan Tinggi terkemuka di Pulau Jawa, yang merupakan tempat tinggal bagi lebih dari separoh populasi negeri ini. Hampir 1 dari 4 siswa dan mahasiswa menyatakan bahwa mereka dengan derajat yang bermacam-macam, siap berjihad untuk mencapai kekhilafahan


Persatuan ummat dan ruh ukhuwah yang sedang tumbuh subur pasca 212 dan dilanjut dengan Aksi Bela Palestina yang mengkikis syu’ur ta’asshub di antara kita, harusnya kita jadikan momen untuk menjadikan ummat Islam memiliki satu kesamaan pemikiran dan perasaana terkait kenutuhan persatuan ummat seluruh dunia dalam satu institusi politik Islam. Yang akan menerapkan ajaran Islam secara menyeluruh mulai dari tataran individu, keluarga, masyarakat dan Negara. Juga menyebarkan Islam dengan dakwah dan jihad ke seluruh dunia termasuk mengembalikan Palestina pada pangkuan Islam. Hingga terwujud  negeri yang diliputi rahmat dan ridho Allah, negeri yang mampu menjadikan setiap rakyatnya sejahtera, bahagia dan aman sentosa. Wallahu a’lam bis showab.

-->