Minggu, 01 Oktober 2017

As-Siyaasah Al-Islamiyyah
(Politik Islam)


‘Politik’. Mungkin kata ini menjadi salah satu kata yang oleh sebagian pihak hendak dijauhkan dari kata ‘Islam’. Apalagi kata dan fakta “Politisasi Agama”, hal ini acapkali dianggap menjadikan kesucian agama terkotori. Membuat sebagian orang yang tak faham agama enggan mencampuradukkan agama dan politik.  Seringkali kita disuguhkan berita terkait calon pemimpin yang mendadak agamis ketika akan menjalani pilkada atau pilpres. Sebut saja salah satu pengusaha besar non muslim di Indonesia yang dulunya menjadi fasilitator terselenggaranya ajang Miss World di negeri dengan muslim terbesar ini. Tiba-tiba saja dia mendadak berkopyah dan sering sowan kepada ulama di pesantren-pesantren. Tak cukup itu, dia bahkan mendirikan sebuah yayasan pesantren yang concern memberikan bantuan-bantuan materi pada lembaga pesantren di Indonesia.
Calon pemimpin muslim juga tak ingin menyia-nyiakan suara non muslim meski itu minoritas. Mereka rela memasuki rumah ibadah non muslim, dan berkhotbah disana. Istri-istri mereka yang awalnya berhijab hanya di momen idul Fitri, tetiba berpenampilan syar’i dan menjadi rajin berbagi hijab di majelis-majelis taklim. Ironisnya, saat sudah menjabat sebagian besar ternyata mengecewakan rakyat. Kopyah dan kerudung yang dulu membawanya terpilih karena identik dengan kejujuran dan kearifan seseorang, ternyata hanya property yang wajib dipakai saat kampanye.
Namun sebagai manusia yang meyakini agama, statemen prasiden soal pemisahan agama dan politik perlu kiranya kita pastikan keshahihannya. Jika di dalamnya terdapat kekeliruan, perlulah kita ketahui secara mendalam apa kekeliruannya, dan kenapa statemen ini keluar dari orang nomer satu di Indonesia? Padahal saat diangkat menjadi presiden, beliau bahkan disumpah dengan kitab suci agamanya.


Islam sekedar agama?

Islam didefinisikan sebagai “Agama yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW untuk mengatur hubungan menusia dengan Penciptanya, dirinya sendiri dan sesama manusia”. Menurut al-‘Allamah ar-Raghib al-Ashfahaani, Islam mencakup seluruh agama, baik ushul (pokok) maupun furu’ (cabang), juga seluruh masalah ‘aqidah, ibadah, keyakinan, perkataan dan perbuatan. (Mufradat Alfaazhil Qur-aan) .Islam berbeda dengan agama lain yang hanya mengajarkan keyakinan, ibadah dan akhlaq. Islam memiliki aturan sempurna dan paripurna yang telah Allah turunkan untuk mengatur semua aspek kehidupan manusia. Pemikiran-pemikiran terkait keimanan atau aqidah, juga hukum-hukum yang akan menuntun kehidupan manusia menjadi mulia. Al-qur’an sebagai kitab suci yang diturunkan Allah kepada kaum muslimin melalui rasulullah SAW terdiri dari 30 juz, 144 surat dan 6234 ayat. Didalamnya memuat firman-firman Allah yang terkait keimanan (aqidah), aturan(syariah) dan kisah-kisah yang bias kita jadikan pelajaran. Aturan yang diperintahkan berupa ‘amr’ atau perintah dan nahy atau larangan.
            Aturan ini mencakup tiga dimensi ; Pertama, hubungan manusia dengan Allah seperti persoalan aqidah dan Ibadah.  Allah telah memfirmankan peritah untuk menyembah Allah semata dalam banyak ayat. Allah juga memerintahkan shalat, zakat dan haji yang tertulis di dalam qur’an yang mulia.
Kedua. Aturan Islam juga mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Di dalamnya terdapat hukum-hukum yang berkaitan dengan akhlaq seperti dalam surah al-Maidah ayat 1 yang memerintahkan ummat Islam untuk menunaikan amanah. Mengatur pakaian sebagaimana termaktub dalam al-ahzab 59 yang menjelaskan jilbab dan an-nur ayat 31 yang mewajibkan wanita muslimah memakai khimar yang menjulur hingga dada.  Juga pengaturan makanan - minuman yang Allah firmankan dalam beberapa surat diantaranya al-maidah 88, dan pengharaman khamr dalam surat al-maidah ayat 90.
Ketiga, Islam mengatur hubungan manusia dengan sesamanya; disinilah letak prosentase terbesar cakupan syariat Islam . Aspek ekonomi telah Allah jelaskan dalam ayat tentang penghalalan jual beli dan pengharaman riba. Hukum terkait pergaulan, salah satunya bisa kita baca dalam surat al-isra’ 32 yang mengaharamkan mendekati zina. Surat al-ankabut ayat 8 memerintahkan mu’min untuk berbakti pada orangtua, dll. Pada dimensi ketiga ini, aturan Islam juga nencakup system sangsi atau peradilan. Dalam surat an-nur ayat 2-3, Allah memerintahkan hukuman cambuk bagi pezina yang belum menikah, dan beberapa ayat lainnya menjelaskan perintah potong tangan dan hudud lainnya. Aspek kenegaraan, militer (jihad), juga tak luput disematkan dalam wahyu Alah yang suci dalam al-quran al-kariim dll.

            Tak hanya al-qur’an yang Allah titahkan untuk manusia berpedoman. Allah juga jadikan perbuatan, perkataan dan taqrir rasulullah SAW sebagai as-sunnah. Allah berikan fakta quran yang berjalan dalam bentuk manusia. Yang juga memiliki kebutuhan fisik dan memiliki gahrizah (kecenderungan perasaan) seperti kita. Sehingga akal manusia yang terbatas mampu memahami Islam dengan mudah. Tapi manusia mulia itu Allah pelihara dengan kema’shuman. Bersih dari dosa dan ma’shiat.  Sebagaimana firmanNya “Dan dia tidaklah berbicara dari dorongan hawa nafsunya, akan tetapi ucapannya tiada lain adalah wahyu yang disampaikan kepadanya.” (QS. An Najm: 3-4) Sehingga as-sunnah layak untuk dijadikan pedoman kedua kita. Mengambilnya berarti melaksanakan perintah Allah. Berpedoman dengannya berarti telah nyata berpegang pada kebenaran, dan selamanya tak akan tersesatkan. “Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. (Hadits Shahih Lighairihi, H.R. Malik; al-Hakim, al-Baihaqi). Dari as-sunnah kita dapat mengetahui bagaimana islam diterapkan dalam hal pergaulan dan bagaimana seorang  muslim berekonomi. Rasul juga memberi petunjuk bagaimana pemimpin Negara menerapkan sanksi dan bagaiman politik luar negeri sebuah Negara harusnyaberjalan menurut wahyu.
            Disinilah sangat tepat jika sebagian kalangan menilai Islam bukan hanya agama ritual semata. Tapi sebuah ideology sebagaimana kapitalisme dan komunisme. Karena sejatinya definisi ideology adalah suatu aqidah aqliyah yang melahirkan peraturan (Taqiyyuddin An-Nabhani). Atau didefinisikan sebagai sebuah pemikiran yang mempunyai ide berupa konsepsi rasional (aqidah aqliyah), yang meliputi akidah dan solusi atas seluruh problem kehidupan manusia (Dr. Hafidz Saleh).  Islam mencakup semua itu. Islam memiliki ide dasar atau aqidah yang menjadi landasan lahirnya system kehidupan. Islam juga memiliki system atau aturan kehiduopan berupa syariatnya yang menyeluruh dan sempurna.
             

Politik dalam Islam

            Sebagai agama bahkan sebagai ideology, Islam memiliki konsep politik tersendiri. Islam bahkan memiliki definisi yang pas tentang politik. Politik dalam bahasa arab dikatakan as-siyaasah. Berasal dari kata saasa-yasiisu (mengatur). Secara istilah syar’i, politik didefinisikan sebagai “ ri’ayatus syu’uunil ummah”; Pengaturan urusan ummat.
Maka tak heran, jika para ulama salafus shalih banyak menulis kitab-kitab yang terkait politik. Sebutlah kitab ‘Ahkamus Sulthaniyah’ (Hukum-hukum Kekuasaan/Pemerintahan). Ada dua kitab dengan judul dan inti pemabahasan yang sama namun berbeda penulis, dan berbeda pendapat ijtihad. Yang satu ditulis Imam Abul Hasan al-Mawardi dan Imam Abu Ya’laa. Kitab ini mengupas hukum-hukm kekuasaan termasuk di dalamnya struktur pemerintahan Negara Islam.  Imam Ibnu Qayyim mengarang kitab Ath-Thuruuq al-Hukmiyah(metode-metode pemerintahan). Imama as-Suyuthi menulis kitab Al-Asaatin fii ‘adaamil muji’ as-salaathin. Ibnu Taimiyah juga menulis kitab as-Siyaasah asy-Syar’iyyah fi Ishlahir Ra’i wa Ra’iyyah. Selain dibahas dalam kitab yang khusus membahas politik, kitab-kitab hadits tak luput dari pembahasan pemerintahan. Imam Bukhori menuliskan kitab al-huduud dan kitab al-imaamah menjadi bab pembahasan tersendiri dalam kitab jami’us shahihnya. Sebagaimana kitab al-imaarah dan kitab al-hudud juga menjadi bab tersendiri dalam kitab jami’us shahih muslim-nya imam Muslim. Bab-bab ini membahas hadits-hadits rasulullah SAW terkait sangsi peradilan dan pemerintahan.  Dalam pembahasan fiqh, ulama juga hampir selalu menyematkan bab qadla’ (peradilan), bab hudud (sangsi) serta bab imamah atau imaarah (pemerintahan). Dalam kitab-kitab maghazi dan sirah (sejarah) rasulullah SAW, kisah keteladanan rasulullah dalam memimpin Negara Islam di Madinah hingga melebarkan kekuasaannya ke seluruh jazirah Arab selalu tertulis jelas. Kitab-kitab sirah yang menuliskan biografi empat sahabat rasul yang memimpin Negara Islam sesudah beliau juga selalu menyematkan kisah-kisah kegemilangan kepemimpinan mereka. Merekalah yang sering dihafal generasi muslim sebgai khulafa’ ar-rasyidin. Khulafa’ merupakan jamak dari kata khalifah ; pemimpin dalam system khilafah.  Tinta emas sejarah telah menorehkan berbagai prestasi gemilang para pemimpin yang dijamin surga ini. Mulai pembebasan negeri-negeri kufur yang menjadikan Islam tersebar kerahmatannya hingga ke al-Quds, Mesir, Syam, Persia, hingga profil  pemimpin-pemimpin zuhud yang sangat memperhatikan rakyatnya.

Benarlah apa yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Imam Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulum ad-Diin-nya “Maka kekuasaan dan agama adalah saudara kembar . Agama adalah pondasi/pokoknya. Sedangkan penguasa adalah penjaganya. Dan apa-apa yang tidak ada pondasinya akan runtuh. Sedangkan apa-apa yang tidak memiliki penjaga akan lenyap.” Kekuasaan atau pun politik tanpa Islam hanya akan meruntuhkan Islam dan ummatnya. Dan akan melenyapkan Islam dengan semua kemuliaanya. Politik dan kekuasaan yang diatur dengan Islam telah terbukti mendatangkan kerahmatan, keberkahan dan kemuliaan. Rahmat bagi kaum muslimin, bahkan sekuruh alam. Hal ini telah berlangsung berabad lamanya, sejak masa pemerintahan rasulullah SAW yang idlanjutakan oleh khulafa’ Ar-Rasyidin hingga khalifah-khalifah sesudahnya. Kaum muslim -apapun ras, bangsa dan bahsanya- menjadi satu ummat yang bernaung dibawah satu Negara yang kuat. Dibawah satu kepemimpinan yang adil. Negara yang thoyyibatun wa robbun ghofur, dilimpahi kebaikan dan ampunan tuhan. Mencetak ulama-ulama berkualitas dengan jumlah yang massif, melahirkan kesejahteraan hingga tak ada yang mau menerima zakat sebagaimana pada masa khalifah Umar bin ‘abdul Aziz. Aman dan tenteram seperti masa Abu Bakr, yang hakim (qadli) nya mengundurkan diri karena selama 1 tahun penuh menganggur tanpa ada satupun kasus criminal dan perselisihan yang masuk ke pengadilan. Negara yang telah mencetak ilmuwan-ilmuwan hebat yang karyanya dinikmati penduduk bumi hingga saat ini; al-Khawarizmi, Ibnu Sina, Al-Jazari dan masih banyak nama-nama lain yang tak bisa disebutkan dalam tulisan ini.

Ada Grand Design untuk Jauhkan Islam dari politik.

Peperangan kekuasaan di dunia adalah sebuah sunnatullah yang senantiasa terjadi.  Jika pada masa lampau terjadi antara Persia dan Romawi, antara Thalut dan Jalut. Pada masa akhir, peperangan terjadi bukan lagi antar kekaisaran, namun antar ideology. Kapitalisme, Sosialisme dan Islam menjadi tiga ideology di dunia yang saat ini eksis. Ketiganya berperang baik secara fisik maupun non fisik untuk menguasasi dunia dan menerapkan ideologinya. Kapitalisme sebagai dieologi yang dianut sebagian besar negara-negara di dunia serta sedang memimpin dunia, terus berupaya agar ideology Islam tetap terkubur tanpa ada satupun kekuatan politk (negara) yang menerapkannya. Barat sebagai pengekspor ideology Kapitalisme tahu betul, bahwa kemunculan Negara yang berideologikan Islam akan mengancam eksistensinya. Lebih dari itu, 1400 tahun yang lalu, Allah telah mengabarkan perangai buruk Yahudi dan Nashrani yang tak akan pernah ridho pada ummat Islam hingga mereka mengikuti millahnya. Para mufassir berpendapat, millah bukan sekedar agama. Tapi juga pandangan hidup.


            Maka sekecil apapun potensi yang dapat memunculkan kekuatan politik ideology Islam harus diberangus. Entah itu dengan merubah kurikulum pesantren agar terhapus pembahsan politik dan kekuasaan Islam disana, atau dengan membungkam ulama yang vocal menyuarakan Islam politik dengan ‘sertifikasi ulama’.  Kelompok-kelompok dan media-media Islam yang lantang menyerukan Islam yang sempurna beserta kewajiban penerapannya juga akan disingkirakan dan dilabeli teroris, fundamentalis, radikal dan garis keras. Semua itu demi memastikan ummat Islam tak mengenal ideologinya. Agar eksistensi ideology kapitalisme tak terusik dengannya. Tak heran jika wacana pemisahan Islam dari politik ini lantang disuarakan oleh mereka yang mengabdi pada ideology kapitalisme. Baik itu penguasa-penguasa komprador dan tokoh muslim ataupun media. Allahu a’lam bis showab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar